Oleh: Ujianto Sadewa
Awal tahun adalah saat-saat hujan menyerbu, kadang rinai, atau juga disertai puting beliung. Musim basah seperti itu tidak hanya membikin suasana sekitar menjadi sedikit gloomy dan romantik. Tetapi nuansa hujan semacam itu juga membuat suasana hati menjadi lebih kreatif dan imajinatif. Puisi adalah entitas kreatif dan imajinatif yang demikian. Di kala situasi politik yang keruh dan korup, saat rakyat harap-harap cemas dengan kenaikan BBM, puisi hadir di sini: Untuk dibaca, juga boleh dipetik dan dibawa jika anda suka.
Suatu hari penyair Helmut Seethaler di Austria membuat aksi puisi di jalanan kota Wina, Austria.Helmut dengan nekadnya membentangkan puisi-puisinya dalam bentuk potongan kertas kecil di bawah gedung yang sedang direnovasi. Aksinya itu tak tanggung-tanggung telah ia lakukan selama 30 tahun. Akibatnya ia dikenai pasal vandalisme oleh pengadilan kota Wina. Puisi-puisinya yang sarat ironi dianggap mengotori keindahan kota.
Kemudian ada pengamen puisi Hans-Jürgen Gäbel di kota Konstanz, Jerman. Hans cukup antik cara mengamen, dengan melafalkan berbagai puisi yang sudah dihafal di luar kepala.
Juga seorang Indonesia di Swiss, Sigit Susanto, membuat Literatur zum Pflücken, Sebuah pameran puisi jalanan di sebuah taman di tepian danau Zug.Dengan caranya yang unik, ia mengajak dan membaurkan puisi dengan masyarakat Swiss.Ia menampilkan puisi dengan sederhana, sesederhana penganan bala-bala jagung yang ia sajikan untuk para apresian puisinya.
Maka, selamat berpuisi teman-teman…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar